Sabtu, 18 Juni 2011

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung dan Tekanan Darah

Sistem kardiovaskular bekerja menjaga homeostasis tubuh. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskular ini. Faktor- faktor tersebut dikenali dan dikendalikan oleh tubuh melalui refleks baroreseptor arterial dan mekanisme pengaturan keseimbangan cairan oleh ginjal (perubahan tekanan darah arteri). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskular diantaranya adalah gravitasi, olahraga, usia, jenis kelamin, akselerasi, dan aktivitas respirasi.1

1.      PENGARUH GRAVITASI
a.      Pengaruh perubahan posisi tubuh
Seperti halnya benda yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu, aliran darah pun akan semakin cepat mengalir bila posisi seseorang sedang berdiri, artinya tekanan darah tidak hanya berhubungan dengan aliran dan resistansi, tapi juga gravitasi. Berbeda jika posisi seseorang sedang berbaring, dimana gravitasi dapat diabaikan. Lihat gambar berikut yang menjelaskan tentang perbedaan antara kedua posisi tersebut :1


Pada orang yang berdiri, terjadi perbedaan tekanan kardiovaskular antara jantung dengan bagian tubuh yang tidak selevel dengan jantung. Pada gambar B, semua tekanan intravaskular di kaki meningkat sekitar 90 mmH (arteri dan vena). Hal ini karena gravitasi itu memberikan efek yang sama terhadap tekanan arteri dan vena pada satu level. Meskipun perbedaan tekanan arteri dan vena tidak berbeda dari posisi berbaring, peningkatan tekanan pembuluh pada ekstrimitas bawah ketika berdiri memiliki dua efek langsung yaitu :
1.       Peningkatan tekanan vena menyebabkan peningkatan volume vena periferal sebanyak 500 ml pada dewasa normal.

2.       Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler menyebabkan tingginya laju filtrasi transkapiler.
Aktivasi refleks simpatis juga ikut berperan saat transisi dari posisi berbaring ke posisi berdiri. Gambar C menunjukkan bagaimana vasokonstriktor dari aktivasi simpatis hanya efektif dalam memperbaiki efek dari gravitasi pada ekstrimitas bawah. Konstriksi arteriol dapat menyebabkan sedikit penurunan tekanan pada kapiler jika dibandingkan pada gambar B.
Pada kenyataannya refleks normal kardiovaskular tidak dapat mempertahankan posisi berdiri tanpa adanya peran pompa otot rangka. Seseorang yang tetap bertahan dalam posisi berdiri tanpa kontraksi yang intermiten dari otot rangka kaki, maka orang tersebut akan kehilangan kesadaran  dalam 10-20 menit karena terjadi penurunan aliran  darah ke otak yang merupakan akibat dari penurunan volume darah pusat, stroke volume, curah jantung dan tekanan arteri.

Efektivitas dari pompa otot rangka dalam mengarusbalikkan darah vena yang berkumpul dan formasi edema pada ektrimitas bawah selama berdiri dapat dilihat pada gambar D. Segera setelah kontraksi otot rangka, baik vena dan pembuluh limfa relatif kosong karena sistem katup satu arah pembuluh-pembuluh tersebut dapat mencegah aliran balik cairan yang telah terdorong (Gambar E).

Hal yang terpenting adalah berat dari cairan vena dan limfa akan ditahan oleh katup one-way yang tertutup. Hal ini mengakibatkan tekanan vena lebih rendah secara drastis segera setelah kontraksi otot rangka dan kembali meningkat secara bertahap ketika vena terisi kembali dengan darah dari kapiler. Jadi, tekanan kapiler dan laju filtrasi transkapiler secara drastis juga turun setelah kontraksi otot rangka. Kontraksi otot rangka yang periodik dapat menjaga nilai tekanan vena. Berikut adalah refleks penyesuaian  kardiovaskular terhadap posisi berdiri :1


Akibat dari penurunan input baroreseptor ke pusat kardiovaskular adalah refleks untuk meningkatkan tekanan darah dengan menurunkan aktivitas parasimpatis jantung dan peningkatan aktivitas simpatis. Denyut jantung dan kontraktilitas kardia juga meningkat, ketika arteri dan vena mengalami konstriksi di kebanyakan organ sistemik.1
Denyut jantung dan resistansi total perifer lebih tinggi ketika seseorang berdiri dibanding berbaring. Sebaliknya stroke volume dan curah jantung menurun dibawah nilai ketika posisi berbaring selama berdiri. Tekanan rata-rata arteri seringkali meningkat ketika seseorang berubah posisi dari berbaring ke berdiri. 1

Jika seseorang tetap berdiri, pompa venanya tidak bekerja, maka terjadi peningkatan tekanan vena dengan dipengaruhi efek gravitasi 90 mmHg dalam waktu 30 detik. Tekanan pada kapiler juga meningkat, sehingga menyebabkan filtrasi cairan keluar dari sistem sirkulasi ke ruang jarinbgan, sehingga menyebabkan kaki membengkak dan volume darah turun. Selain itu, 10-20% volume darah dapat menghilang dari sistem sirkulasi dalam 15-30 menit pada keadaan berdiri.2

a.      Pengaruh “long-term bed rest” atau gravitasi nol
Sistem kardiovaskular pada individu yang istrirahat lama dapat mengalami perubahan adaptif yang mirip dengan individu yang berada di luar angkasa. Perubahan tersebut disebabkan karena perubahan perpindahan cairan dari ekstrimitas bawah ke atas. Akibatnya antara lain distensi kepada dan vena leher, edema wajah, kekakuan nasal, dan penurunan ukuran betis. Selain itu, peningkatan volume darah sentral menstimulasi mekanoreseptor kardiopulmo, yang menginduksi fungsi renal melalaui jalur neural dan hormonal untuk menurukan kerja simpatis dan menginduksi kehilangan cairan. Seseorang akan mengalami penurunan berat badan dalam beberapa hari dan akan menjadi hipovolemik.

Ketika pasien yang posisinya sering tidur tiba-tiba mencoba untuk berdiri (atau ketika seorang astronot mulai memasuki atmosfer bumi) respon normalnya terhadap gravitasi tidak efektif, hal ini terjadi karena volume sirkulasi menurun. Selama berdiri, darah berpindah dari central venous pool ke vena perifer, stroke volume turun, dan orang tersebut akan pusing dan mungkin pingsan karena penurunan tekanan darah yang tiba-tiba. Fenomena ini disebut dengan hipotensi postural atau ortostatik. Pengembalian keadaan intoleransi ortostatik ini ke keadaan yang normal dapat memerlukan waktu beberapa hari hingga minggu. Penjelasan hipotensi ortostatik akan dijelaskan pada poin berikutnya lebih detail.1

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi perubahan kardiovaskular tersebut adalah pada pasien yang keadaan tidur lama dapat diberikan olahraga duduk yang intermiten sifatnya. Hal ini bertujuan untuk memicu mekanisme retensi cairan. Pada orang yang berada di luar angkasa juga dapat dilakukan olahraga yang sama, kemudian dapat ditambahkan peralatan tekanan negatif ekstrimitas bawah, dan diet air serta garam. 1
b.      
      Hipotensi postural
Pada beberapa orang, berdiri mendadak menyebabkan penurunan tekanan darah, pusing, penglihatan kabr, dan bahkan pingsan. Hipotensi jenis ini memiliki banyak sebab. Kelainan ini juga terjadi pada pasien yang mendapatkan obat simpatolitik, diabetes, sifilis yang menyebabkan kerusakan di sistem saraf simpatis. Penyebab lainnya adalah kegagalan otonom primer yang dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:3



Kegagalan otonom terjadi pada berbagai penyakit yang salah satunya disebabkan oleh defisiensi kongenital dopamin beta hidroksilase, yaitu norepinefrin dan epinefrin sedikit diproduksi atau tidak diprosuksi sama sekali. Refleks baroreseptor juga tidak normal pada pasien hipoaldosteronisme primer. Namun pasien ini umumnya tidak mengalami hipotensi postural karena volume darah mereka dapat bertambah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan curah jantung walau terjadi perubahan posisi.3

1.      PENGARUH OLAHRAGA
a.      Pengaruh olahraga akut
Olahraga fisik merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Perubahan tersebut juga dipengaruhi tipe olahraga fisik (apakah dominan olahraga dinamik-ritmik-isotonik atau statik-isometrik), intensitas dan durasi olahraga, umur individu, dan tingkat kebugaran individu. Keadaan sistem kardiovaskular yang berubahan yang terjadi pada remaja normal yang tidak terlatih dalam merespon olahraga dinamik seperti berlari dapat dilihat pada gambar 3. Perhatikan bahwa denyut jantung dan curah jantung sangat meningkat selama olahraga dan tekanan arteri rata-rata serta tekanan darah juga meningkat secara signifikan. Perubahan ini memperlihatkan kebutuhan metabolik otot rangka dengan meningkatkan aliran darah ke otot rangka.1

Sebagai tambahan, otot yang berkontraksi dapat mengkompresi pembuluh darah jika kontraksinya melebihi 10% tegangan maksimum. Jika tegangan lebih dari 70%, maka aliran darah akan terhenti sama sekali.Namun diantara kontraksi, aliran darah akan sangat meningkat sehingga aliran darah per satuan waktu di suatu otot yang berkontraksi secara ritmik meningkat hingga 30 kali lipat.3

Mekanisme lokal yang mempertahankan sejumlah besar aliran darah otot saat berolahraga adalah penurtunan Po2 jariangan , peningkatan Pco2 dan akumulasi K+ serta metabolit vasodilator lain, suhu yang meningkat pada otot yang aktiif juga berperan memvasodilatasikan pembuluh darah. Dilatasi sfingter prakapiler dan arteriol menyebabkan peningkatan 10-100 kali lipat jumlah kapiler yang terbuka, dan jarak rerata antar darah dan sel aktif dan juga jarak difusi O2 akan sangat berkurang. 3


Banyak penyesuaian terhadap olahraga disebabkan oleh aktivitas simpatis, yang mekanismenya dapat dilihat pada gambar 4. Salah satu dari faktor utama yang berhubungan dengan stres berasal dari korteks otak yang kemudian memicu pusat kardiovaskular medula melalui jalur kortikohipotalamik. Pengaruh jalur tersebut sering disebut dengan perintah pusat yang bekerja pada neuron bagian sistem baroreseptor arterial. Pengaruh dari sistem tersebut adalah membuat tekanan rata-rata arterial menjadi lebih tinggi dibandingkan nilai normalnya. 1

Selain itu, teradapat juga jalur pengaktifan di pusat kardiovaskular yang berasal dari kemoreseptor dan mekanoreseptor di otot rangka yang aktif. Input seperti itu juga berkontribusi pada peningkatan aktivitas simpatis dan tekanan rata-rata arteri yang berlangsung selama olahraga. 1


Faktor utama yang mempengaruhi sistem kardiovaskular selama olahraga adalah penurunan resistansi perifer total karena akumulasi vasodilator metabolik dan penurunan resistansi vaskular pada otot rangka yang aktif. Seperti yang terlihat pada gambar 4, resistansi perifer total yang turun merupakan pemicu yang kuat untuk aktivitas simpatis melalui refleks baroreseptor arterial. 1

Meskipun tekanan rata-rata arteri berada diatas normal selama olahraga, penurunan resistansi perifer menyebabkan tekanan darah yang naik tersebut menjadi turun dibawah level yang telah naik tersebut. Jika bukan karena refleks baroreseptor arterial, penurunan resistansi perifer total yang terjadi selama olahraga akan menyebabkan tekanan rata-rata arterial turun dibawah nilai normal. 1

Aliran darah kutaneus dapat meningkat selama olahraga meskipun peningkatan secara umum pada vasokonstriksi simpatis disebabkan refleks termal. Refleks temperatur yang biasanya teraktivasi selama olahraga berfungsi untuk mengurangi kelebihan panas yang diproduksi oleh otot rangka yang aktif. Pada awal ketika mulai berolahraga, terjadi penurunan aliran kutaneus karena vasokonstriktor simpatis namun kemudian terjadi peningkatan aliran kutaneus setelah temperatur tubuh mulai naik. 1

Selain dari peningkatan aliran darah otot rangka dan kulit, aliran darah koroner juga meningkat selama olahraga. Hal ini disebabkan karena peningkatan vasodilator metabolik lokal dari arteri koroner akibat dari kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardial.1

Pompa otot rangka juga merupakan faktor penting dalam memicu kembalinya arus balik vena selama olahraga dinamik, sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan tekanan vena yang drastis. Faktor lain yang memicu arus balik vena adalah pompa respirasi. Pergerakan respirasi yang meningkat selama olahraga meningkatkan efektivitas pompa respirasi sehingga meningkatkan arus balik vena dan pengisian jantung. 1

Respon kardiovaskular sistemik terhadap olahraga bergantung pada jenis kontraksi yang dominan di otot, yakni isometrik atau isotonik. Pada kontraksi otot isometrik, frekuensi denyut jantung meningkat. Selain itu setelah beberapa detik kontraksi dimulai, olahraga isometrik ini akan menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat tajam, namun curah jantung tidak banyak berubah, serta aliran darah berkurang akibat kompresi pembuluh darah. 3

Pada olahraga isotonik, juga terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung, namun perbedaanya terjadi peningkatan yang mencolok pada curah jantung, yaitu dapat terjadi peningkatan curah jantung 35 L/menit. akibatnya tekanan darah sistolik hanya meningkat sedang, sementara diastolik biasanya tidak berubah atau menurun. Pada olahraga isometrik, otot dikontraksikan secara tonik dan dapat meningkatkan resistensi perifer total dan peningkatan aktivitas simpatis otot. Sedangkan pada isotonik justru sebaliknya, terjadi penurunan resistansi perifer.3

a.      PENGARUH OLAHRAGA KRONIK
Olahraga fisik  yang dikondisikan memiliki efek yang bermanfaat untuk sistem kardiovaskular. Meskipun perubahan juga dipengaruhi tipe olahraga, intensitas, dan durasi olahraga, umur, dan tingkat kebugaran masing-masing individu. Secara umum, olahraga yang diulang-ulang dalam jangka wkatu yang lama dihubungkan dengan peningkatan kapasitas kerja individu.1

Perubahan kardiovaskular tersebut dapat dalam hal peningkatan volume darah, penurunan denyut jantung, peningkatan volume stroke jantung, dan penurunan tekanan darah arteri saat beristirahat. Selama olahraga, seseorang yang terlatih akan dapat menerima beban kerja dan curah jantung dengan denyut jantung yang lebih rendah dan volume stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih. Perubahan ini menghasilkan penurunan secara umum kebutuhan oksigen miokardial dan peningkatan cardiac reserve (berpotensi untuk meningkatkan curah jantung) yang dapat menjadi respon ketika stres. Pembesaran ruang ventrikel seringkali dihubungkan dengan olahraga endurance sedangkan peningkatan masa myokardial dan ketebalan dinding ventrikel lebih dhubungkan dengan olahraga statis (kekuatan). Perubahan struktur ini meningkatkan kapabilitas miokardium. 1

Penebalan dinding ventrikel dihubungkan dengan peningkatan intensitas olahraga yang mengandalkan kekuatan. Perubahan struktur tersebut dapat memperbaiki kapabilitas pemompaan miokardium. Jika berhenti dari program olahraga tersebut, maka akan terjadi perubahan struktur dengan cepat.1

Olahraga merupakan pengkondisian fisik yang secara signifikan mengurangi insiden dan mortalitas dari penyakit jantung. Meskipun belum ada studi yang memaparkan keuntungan secara spesifiknya, namun terdapat korelasi yang posistif antara orang-orang yangg tidak aktif bergerak dengan insiden serta intensitas penyakit jantung koroner. Keuntungan dari berolahraga juga ternyata terdapat perbaikan dalam kapasitas kerja fisik, persentase lemak tubuh, serum lipid, dan terdapat perasaan dalam keadaan sehat, serta peningkatan kualitas hidup. 1
Tetapi, pembesaran ruang ventrikular dan hipertrofi miokardial bukan merupakan suatu tanda perbaikan cardiac performance, bisa jadi hal tersebut merupakan respon adaptif terhadap keadaan patologi dimana dalam keadaan yang ekstrim mungkin tidak dapat membantu. 1
Baik pada keadaan istirahat maupun berolahraga, atlet yang terlatih memiliki isi sekuncup yang lebih besar dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah dibanding orang yang tidak terlatih dan para atlet ini cenderung memiliki ukuran jantung yang lebih besar. Latihan dapat meningkatkan konsumsi oksigen maksimum (VO2max) yang dipicu oleh olahraga. VO2max rerata adalah sekitar 38 ml/kg/menit pada pria sehat yang terlalu banyak aktivitas dan sekitar 29 ml/kg/menit pada wanita sehat yang aktif. Angka ini lebih rendah pada orang yang tidak aktif. VO2max adalah hasil dari curah jantung maksimum dan ekstraksi dengan latihan.3
Perubahan yang terjadi pada otot-otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan pada metabolisme oksidatif. Jumlah kapiler meningkat, dengan membaiknya distribusi darah ke serabut otot. Efek akhirnya adalah ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya pembentukan laktat yang lebih kecil untuk beban yang sama. Peningkatan aliran darah ke otot menjadi berkurang dan karena hal ini, frekuensi denyut jantung dan curah jantung kurang meningkat dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih. Hal ini merupakan alasan mengapa olahraga berguna bagi pasien penyakit jantung.3

1.      PENGARUH UMUR
Variabel usia juga mempengaruhi sistem kardiovaskular. Neonatus normal memiliki denyut jantung istirahat (resting heart rate) yang tinggi (rata- rata 140/menit) dan tekanan darah arteri yang rendah (rata- rata 60/35 mmHg). Perubahan yang cepat terjadi hingga tahun pertama, yaitu denyut jantung 120/menit dan tekanan darah arteri 100/65 mmHg. 1

Perubahan juga terjadi pada pembuluh darah, diantaranya berkurangnya densitas kapiler di beberapa jaringan dan meningkatnya total resisten pembuluh darah perifer. Perubahan- perubahan ini menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dan tekanan darah arteri rata- rata.1

Perubahan tekanan darah yang diinduksi oleh baroreseptor arterial akan berkurang fungsinya seiring bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan berkurangnya akitivitas aferen dari baroreseptor arterial karena kekakuan arteri (arterial rigidity) yang meningkat. Selain itu, jumlah norepinefrin yang bekerja di saraf simpatis juga akan berkurang semakin bertambahnya umur.1

2.      PENGARUH JENIS KELAMIN
Pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap sistem kardiovaskular hanya sedikit didokumentasikan. Perempuan yang premenopause memiliki masa ventrikel kiri yang lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki pada umur yang sama, yang berarti, merefleksikan cardiac afterload yang lebih rendah. Hal ini terjadi akibat tekanan darah arterial yang rendah, aortic compliance lebih besar, dan kemampuan untuk menginduksi vasodilator lebih tinggi. 1

Perbedaan ini diperkirakan dihubungkan dengan efek protekif dari estrogen dan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pada perempuan premenopause. Setelah menopause, perbedaan tersebut tidak berarti lagi, karena kenyataannya pada perempuan tua dengan penyakit jantung iskemi sering menunjukkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan laki-laki. Terdapat juga perbedaan yang dihubungkan dengan jenis kelamin dalam hal elektrik kardia. Yaitu pada perempuan memiliki denyut jantung intrinsik yang lebih rendah dan interval QT yang lebih panjang dibanding laki-laki. Perempuan seperti itu lebih memiliki risiko yang besar berkembang menjadi sindrom QT panjang dan torsades de pointes. Selain itu, perempuan juga memiliki risiko dua kali lebih besar dibanding laki-laki dalam atrioventrikular nodal re-entry tachycardias.1

Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa dalam proses fisiologik kardiovaskular yang paling dasar, tidak terlalu dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Jadi, individu yang berbeda memiliki respon dasar fisiologis yang sama.  1

3.      PENGARUH AKTIVITAS RESPIRASI
Aktivitas fisik yang berhubungan dengan inspirasi dan ekspirasi mempunyai efek yang besar pada aliran darah balik dan curah jantung (cardiac output). Selama inspirasi normal, tekanan intratoraks berkisar 7 mmHg, dimana diafragma berkontraksi dan rongga dada mengembang.1 Tekanan ini meningkat dengan jumlah yang sama selama ekspirasi. Selama pernapasan berlangsung, tidak hanya pergerakan udara keluar masuk paru yang terjadi, namun tekanan yang dihasilkan juga ditransmisikan ke dinding- dinding vena besar di rongga dada dan mempengaruhi aliran balik vena dari perifer ke jantung. Fenomena ini disebut juga pompa respirasi (respiratory pump).1

Selama inspirasi, tekanan intratoraks berkurang sehingga tekanan di vena sentral juga berkurang. Hal ini menyebabkan aliran balik vena (vena return) dan volume vena sentral meningkat sehingga pengisian jantung kanan meningkat. Sesuai hukum Starling, keadaan ini juga meningkatkan stroke volume dan cardiac output di jantung kiri. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah arteri dan merangsang baroreseptor arterial. Proses inspirasi yang mengurangi tekanan intratoraks juga merangsang baroreseptor di pembuluh darah dan dinding jantung. Rangsangan yang diterima oleh kedua reseptor akan mengaktivasi medullary cardiovascular centers untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan meningkatkan kerja parasimpatis dan menurunkan kerja simpatis.1


1.      
PENGARUH AKSELERASI
Gaya yang bekerja pada tubuh sebagai akibat akselerasi sering dinyatakan dalam satuan g, yaitu 1 g adalah gaya gravitasi pada permukaan bumi. G positif adalah gaya akibat percepatan yang bekerja pada sumbu tubuh longitudinal, dari kepala sampai kaki; Sedangkan g negatif adalah gaya akibat akselerasi yang bekerja pada arah yang berlawanan. Ketika terpajan oleh g posistif, darah ‘terlempar’ ke bagian bawah tubuh. Tekanan arteri di kepala berkurang, begitu juga dengan tekanan intrakranial dan vena dan hal ini menyebabkan penurunan aliran ke kepala. Curah jantung dipertahankan untuk beberapa saat karena darah diambil dari cadangan vena pulmonalis dan karena daya kontraksi jantung menguat. Namun pada percepatan melebihi 5 g, pengelihatan akan menjadi gelap dalam waktu sekitar 5 detik, sebelum kemudian kehilangan kesadaran. Efek g positif dapat bekerja secara efektif jika digunakan baju antigravitasi yang dapat memberikan gaya yang setara dengan g posistif. Hal ini mengurangi pengumpulan darah di vena. 3

Besaran g negatif menyebabkan peningkatan curah jantung, tekanan arteri serebrum, kongesti berat pada pembuluh kepala dan leher, ekimosis di sekitar mata, nyeri berdenyut yang berat pada kepala, dan akhirnya gangguan mental. Walaupun terjadi peningkatan hebat pada tekanan arteri serebrum, pembuluh di otak tidak robek karena biasanya terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga menujang dinding pembuluh. Toleransi terhadap gaya g yang menembus tubuh jauh lebih besar dibandingkan terhadap g longitudinal. Manusia dapat mentoleransi 11 g yang bekerja dengan arah penggung ke dada selama 3 menit dan 17 g yang bekerja dengan arah dada ke punggung selama 4 menit.3

 DAFTAR PUSTAKA                                                                 
1.       1.  Mohrman D, Jane H. Cardiovascular physiology. Sixth edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc; 2006. p.185-203
2.       2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2007. hal.178
3.       3. Ganong W. Review of medical physiology. 21st ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc; 2003. p.651-656